Jumat, 28 Desember 2012

Compromise, Compromise

What's worse than a mad Bridezilla? It's two mad and tired Bridezillas!

Only recently I went to my bestfriend/partner in crime, Ade's house. I drove through the hectic traffic with plastic bags on every sides of my motorcycle. I planned to take Ade to go to Griya Kado which is located at Jalan Samanhudi 12 Mangkuyudan Solo (review later), and these plastic bags contains seserahan stuff I've been collecting since last month. It's been a while since I visited her house and met her mother. We talked for a while, and then I started to hear arguement over the phone between Ade, her mother, and her father on the line. Deng deng... (insert heart-wrenching sinetron music background here).

Wedding, is an event of a lifetime. Girls are prone to having certain ideas of the perfect wedding even as early as they were five years old (this is true). Some have this ideas of a ruffy frilly wedding gown with one hundred meter long tail (actually it's this certain girl who watched in awe on her black and white TV, the Lady Diana's royal wedding --> aka, me), others have this ideas about her perfect princess like themed wedding just like the one Cinderella had after she won her half glass shoes back, and who knows what else.

When finally facing the actual wedding preparation, only little they knew that it's like stumbled upon Dorothy's whirlwind. So many little details that must be taken care of, so many stresses, so many idealisms that must be put aside, to put in other word: compromise at its best. Back to Ade's problem, she has changed her wedding date three times. And it's about to be changed again, because her father insisted to invite this famous Ustadz to give tausiyah in her wedding day. Said ustadz has this busy schedule, and so they have to move a day earlier than original date. For her father, inviting this certain famous ustadz is the ideal. For Ade, this is stupid, since there are lots and lots other capable ustadz who are not as busy as her father's choice. But since I know that in her family, the ultimate figure with every veto right is his dad, then she has no say in this. I can tell how miserable and upset she was from her look. It's understandable. Imagine all the vendors that needs to be re-contacted.

Copyright: Wedding Crowd
As for me, things are no different. I struggle a lot not to raise my voice toward my parents, because even if they are impossible at times, they are parents, and parents are... well... parents. My dad's eccentricity, my mother's short temper, my sister's indifference, all adds to color this wedding preparation of mine. From the decision of wedding date, the choosing of venue, reception concept, all went through some kind of arguements. So far score two for my dad for deciding the wedding date and his beskap lurik for siraman, score two for me, deciding the reception concept and venue, score ten for mom to somehow finding flaws in every option (lol, good for self-check). But in the end, it shows our values and cooperation as one family.

Of course I am sad that my Yts is so far away. No one will drive me to shop for seserahan, check for venue, do food tasting, see the tailor, print the invitation, etc (it's usually the other way around, I drive my mom everywhere). But of course he gives me quite moral boost everyday. And always helpful and fast in handing this details or others I require from him (Sayang, if you read this, please send me photos soon, kiss ^_^). And in top of that, I don't think I can handle another requirements as detail and demanding as those who has their in laws + family live near. Other brides are usually able to cope, since they hand all the work to parents. But no such case in my family.

Chinese parents are known to avoid having daughter in laws who were born in the Tiger year. Maybe it has some truth to it. As I often joke with my fellow Tigress friend, we are no good daughter in law materials, since we are often rebellious, perfectionist and idealist. So it's particularly hard for me to see one by one, my wedding dream shattered to pieces just so I can cope with the grand scheme.

How wonderful it would be if everything could always be as clear and simple as it used to be when you were twelve years old, or twenty years old. If there really were only two colors in the world: black and white. But in the end, it doesn't really matter, I guess, as long as this will bring us beautiful result.

Ask for what you want and be prepared to get it. ~ Maya Angelou

Minggu, 09 Desember 2012

Berburu Brokat Kebaya

Tanpa terasa sudah sebulan lebih berlalu sejak postingan terakhir. Hati ini terus mendorong agar segera dituliskan, postingan demi postingan tentang persiapan pernikahan calon pengantin. Selain agar ada sesuatu yang bisa dikenang dan dibaca-baca di kemudian hari, juga bisa sifatnya untuk mencari perhatian, procastinator checklist untuk melihat sejauh mana progress persiapan menuju pelaminan ini.

90 persen persiapan kain-kain untuk pembuatan kebaya para perempuan sudah dilakukan. Saya dan ibu hunting kain-kain ini di Beteng Trade Center . Ketika melihatnya pertama kali, saya langsung jatuh cinta dengan brokat warna pink salem yang kami dapat di toko Edit later kios Rindang (akhirnya plastiknya ketemu juga) yang beralamatkan di Beteng Plasa Los AJ 9, 10, 11 Solo; Telp (0271) 657293. Harganya Rp 125.000,- per meter. Sedikit lebih mahal dari kain lainnya, tapi sudah kadung jatuh cinta dengan warnanya itu. Kain terbeli lengkap dengan satin yang akan dipakai sebagai korset.

Copyright: http://nikahbedabangsa.blogspot.com/ ; 2012
Kebaya pink salem ini sangat cantik, saya beli sekitar 2 meter sesuai saran dari penjaga toko. Dan rencananya akan saya pakai untuk lamaran v.02. Pada bulan Juni 2012 lalu, saya sebenarnya sudah dilamar oleh Yts. Tapi karena waktu itu dia datang sendirian dan hanya ditemani oleh sahabat bapak yang berperan sebagai wali, rasanya kurang afdol. Mom-nya Yts, adik perempuannya, ipar, paman, bibi, dan kerabat lain akan hadir di Solo. Sehingga dirasa perlu lamaran tahap kedua, atau bisa dibilang perkenalan kedua keluarga dilakukan sebelum siraman dan midodareni keesokan harinya. Posisi kain : sudah ada di tukang jahit langganan Ibu. Saya membawa contoh model kebaya lama dengan kerah tinggi dan deret kancing panjang di belakang. Review hasil menyusul.

Yts akan hadir dengan memakai jas warna hitam dengan dasi pink? putih atau mungkin salem. Sementara saya akan berkebaya dengan sanggul modern. Sedang pikir-pikir model sanggul yang oke. Saya teringat satu model yang kepingin saya coba. Mungkin bisa cocok walau untuk yang berwajah bulat. Hanya saja lupa namanya. Dan setelah bersalto dan bereksperimen ria di Google, akhirnya ketemu juga namanya: upside-down bun; the inverted bun; flipped bun. Mirip-mirip gaya rambut Bella Swan ya :)

Flipped Bun, Copyright: http://www.everything-pretty.com/2011/08/inverted-bun.html

Ibu dan saya akhirnya nemu brokat warna hijau cerah yang cantik sekali, yang akan dipakai Ibu dan Mom-nya Yts pada saat siraman dan dodol dawet. Hijau segerrrr dan ayu. Harga sama dengan brokat salem, dan kebetulan dibeli di toko kios yang sama (mbaknya ramaaah sekali). Gambar kain ini udah saya tunjukkan Yts, dan dia bilang suka. Tapi rupanya kata Ibu, sebaiknya kain-kain itu tidak ditunjukkan ke calon pengantin pria. Barangkali ada sebab-sebab irasional yang juga bercampur mitos, tapi kalau ditelisik, mungkin yang ditakutkan orang-orang dulu itu "efek kejut" yang berkurang (ceileh, emang listrik, pakai mengejut), kalau Yts udah lihat bajunya duluan. Sebab yang diharapkan adalah agar si pengantin wanita bisa tampak manglingi dan memesona sang pujaan hati. Karena udah terlanjur, maka yang bisa diupload adalah dua gambar ini saja. Mister suka ngeliat blog ini juga, karenanya harus diamankan. Dan kain-kain seterusnya maupun proses fitting akan diambil dan dimuat berlaku surut nanti kalo udah menikah (hahaha).

Copyright: http://nikahbedabangsa.blogspot.com/ ; 2012
Perjuangan Ibu dan saya tidak hanya berhenti sampai di situ. Berikutnya kami menjelajah tingkat-tingkat BTC mencari seragam untuk keluarga, among tamu, Ibu dan Mom-nya Yts, adikku dan adik Yts. So far kita sudah mendapatkannya hingga 80%. Hanya kurang satu pasang lagi untuk adik-adik perempuan untuk resepsi, dan satu pasang untuk Ibu dan Mom pada saat malam midodareni.

Dan... sampai dua mingguan lalu saya belum mendapat kebaya yang pas untuk ijab, hingga akhirnya nasib membawa saya terdampar di Toko Spesial depan Pasar Legi (edit detail later)! Begitu naik lantai tiga, OMG, kain impian saya! Langsung tebus walaupun dengan harga yang cukup bikin merinding, Rp 500.000/ meter, saya keukeuh membelinya. Kain terbeli sepanjang 2,25 m sesuai saran penjaga toko, dan langsung saya larikan ke Agus Bridal yang beralamatkan di Jl. Kebangkitan Nasional 24, Solo dan nomor telepon: (0271) 739-138. Fyi, kain kebaya yang dijahitkan di sana memang lebih mahal, tapi dulu sudah pernah jahit baju kebaya untuk wisuda, dan hasilnya lovely. Kain-kain di Toko Spesial cenderung sedikit banyak high-end. (Note to self: beli kain di sana untuk seserahan.) Maka agak-agak takut juga kalau diberikan ke penjahit yang "asal". Mas Agus di Agus Bridal sangat membantu dan banyak kasih masukan.

Demikianlah hunting kain dengan Ibu. Segera, kami mendistribusikan kain-kain ke keluarga besar dan yang diserahi tugas. Pfffff... Semoga diberi kelancaran. Amiiin :-)

Minggu, 04 November 2012

Satu Foto, Sejuta Makna

Oke, entri blog perdana biasanya memang suka bikin grogi. Bukan hanya karena menulis untuk konsumsi pribadi berbeda dengan ketika kita mulai menulis dengan pengetahuan bahwa tulisan ini akan dibaca oleh orang lain; selain itu blog tentang persiapan pernikahan sudah jamak. Kerjaan saya sejak dilamar di bulan Juni lalu adalah melihat-lihat blog-blog orang, dan tips-tips. Selain berbagi informasi, saya pikir membuat blog akan membantu sekali untuk proses memilah-milah apa saja yang harus dikerjakan. And trust me, it's a lot of things to do, apalagi kalau tunangannya bukan orang Indonesia.

But anyway, saya putuskan untuk langsung "take a plunge into the ocean" saja, dan menyasar ke salah satu pokok bahasan yang saya sukai: wedding photography. Saya dan Yang Tersayang (Yts) jadi sering rajin browsing untuk mencari production house yang tidak telalu jauh dari tempat tinggal di Solo. Agak jarang juga, tapi setelah mencari-cari nemu juga satu web yang portofolionya oke, Yellow Sunday. Yellow Sunday ini dikelola oleh Bimo Pakusadewa, yang beralamatkan di Jl. Puspowarno No. 42 Panularan Solo, Jawa Tengah. Saya sudah coba kirim email meminta price list, dan setelah dilihat, harganya terjangkau. Kemungkinan Desember nanti saya akan main-main ke sana. Berikut hasil jepretan Yellow Sunday :

Copyright: Yellow Sunday Photography
Copyright: Yellow Sunday Photography
Copyright: Yellow Sunday Photography
Untuk yang tinggal di ibukota, ada PH yang juga oke hasil jepretannya, hanya saja kemungkinan besar ditujukan untuk kalangan high end berbudget besar. Portofolio foto maupun video pernikahan bisa dilihat di The Photographwedding. Melihat profesionalitas yang ditampilkan, memang bisa diperkirakan kalau para pemakai jasa PH ini adalah mereka yang memang menginginkan foto-foto perkawinan eksklusif dan mewah. Berikut beberapa hasi jepretan The Photographwedding :

Copyright: The Photographwedding
Copyright: The Photographwedding
Biasanya sesi pemotretan terdiri dari dua tipe yaitu pre wedding dan the actual wedding itu sendiri. Sayang seribu sayang, saya dan Yts yang hanya bisa bertemu singkat, yaitu sepuluh hari pada saat pertunangan tidak sempat melakukan prosesi pre wedding. Saran untuk teman-teman yang hendak melangsungkan perkawinan beda bangsa, di mana waktu bertemu hanya singkat dan terbatas, maka rencanakanlah jauh-jauh hari.

Kenapa harus ada fotografi pernikahan yang oke? Sebab setelah pernikahan usai, maka album foto pernikahan itu akan terus dilihat hingga anak cucu kita nanti. Saya dan Yts sepakat bahwa kami ingin membuat album foto pernikahan yang berkesan dan akan membuat kami terkenang suatu saat nanti. Jadi album itu juga akan jadi saksi cinta kami berdua (ceileh). Apalagi buat kami yang pasangan beda bangsa, suku, negara, warna kulit, dll, adalah sangat penting, foto-foto ini menjadi sisi artistik penyatuan dua budaya.

Yang juga harus diperhatikan adalah tema. Baik untuk prewedding maupun pernikahan, foto-foto akan semakin terasa unik apabila terdapat suatu tema tersendiri. Apakah itu tema tradisional, modern, hip, romantic, dan sebagainya. Tentukan sebelum melakukan sesi pemotretan, dan lakukan komunikasi dengan fotografer atau PH. Sehingga mereka mendapatkan gambaran yang calon pengantin inginkan.

Good luck, and say cheese!